Pemahaman
Pelaku Pasar Terhadap Standar Akuntansi Masih Rendah
Kesiapan para pelaku pasar dalam implementasi
konvergensi standar akuntansi Indonesia ke International Financial Reporting
Standards (IFRS) masih sangat rendah. Berdasarkan hasil quick review Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) atas laporan keuangan tengah tahunan emiten masih
memperlihatkan pemahaman para pelaku pasar terhadap standar akuntansi berbasis
IFRS masih harus ditingkatkan.
"Misalnya, implementasi IFRS akan menyebabkan
perubahan dalam proses pengakuan, pengukuran dan pencatatan. Perubahan proses
pengukuran dan pencatatan ini dapat berdampak pada penurunan pencatatan nilai
aset atau laba perusahaan.," jelas Ketua OJK, Muliaman D Hadad di
sela-sela seminar bertajuk "IFRS Dynamic and Beyond: Impact to
Indonesia" di Jakarta, Rabu (6/3).
Padahal kata Hadad, dengan mengadopsi IFRS, perusahaan
dapat mengeliminasi kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi antar subsidiaries
karena perusahaan, across borders, mutiple listing telah menggunakan standar
pelaporan yang sama. Apalagi, saat ini, terdapat lebih dari 12.000 perusahaan
publik di lebih 100 negara yang mengadopsi IFRS, termasuk perusahaan terdaftar
di pasar modal Uni Eropa.
"Sebagai negara anggota G20 dan penganut ekonomi
terbuka, Indonesia perlu menganut sistem pelaporan keuangan yang diterima
secara global. Karena itulah Indonesia sudah mulai mengadopsi IFRS," ujar
Muliaman.
Sebab dengan mengadopsi prinsip-prinsip tersebut,
jelas dia akan memudahkan bagi institusi keuangan Indonesia. Dengan mengadopsi
prinsip-prinsip tersebut, jelas dia akan memudahkan bagi institusi keuangan
Indonesia. Dunia internasional juga memandang situasi di Indonesia bisa
terefleksi dari laporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memancing
minat mereka untuk berinvestasi di Indonesia.
Mudahkan
Investor
Menurut dia, penggunaan bahasa pelaporan keuangan yang
‘sama’ (common language) akan memudahkan investor untuk membaca dan memahami
laporan keuangan tersebut yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan
kepercayaan investor pada industri jasa keuangan Indonesia. Selain itu, juga
memudahkan pemahaman proses audit, mulai dari identifikasi risiko sampai dengan
kesimpulan pada suatu proses konsolidasi.
"Ketidaksiapan para pelaku, terutama investor, analis
keuangan dan media massa dalam menyikapi dampak pada penuruan pencatatan nilai
aset atau laba perusahaan tersebut dapat menyebabkan perubahan sentimen harga
dan ‘keresahan’ yang tidak perlu di industri jasa keuangan," tutur dia.
Tantangan selanjutnya kata dia belum adanya
Undang-Undang Pelaporan Keuangan di Indonesia. Padahal, Undang-Undang ini
sangat diperlukan sebagai legal back up kewajiban perusahaan untuk menyusun
laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku, serta
kewajiban manajemen untuk bertanggung jawab atas laporan keuangan perusahaan.
"Kita juga masih menunggu selesainya proses
adopsi International Standard on Auditing ke dalam Standar Profesional Akuntan
Publik, serta harus secara cermat memperhatikan implementasi berbagai regulasi
oleh para pelaku," kata Muliaman.
Sebagai lembaga pengatur dan pengawas seluruh kegiatan
sektor jasa keuangan, OJK ujar Hadad mendukung sepenuhnya program konvergensi
IFRS ini. Karena itu, OJK meminta semua stakeholders untuk membantu IAI dalam
mensukseskan implementasi dari konvergensi IFRS sehingga industri jasa keuangan
kita dapat berdiri sejajar dengan dunia internasional.
Tanggal Kutip : 29 Oktober 2013
Analisa :
Pemahaman para pelaku pasar
terhadap standar akuntansi indonesia ke Internasional Financial Reporting
Standarts (IFRS) masih sangat rendah sehingga pemahaman para pelaku pasar tentang IFRS harus ditingkatkan. Implementasi
IFRS akan menyebabkan perubahan dalam proses pengakuan, pengukuran dan
pencatatan. Perubahan proses pengukuran dan pencatatan ini dapat berdampak pada
penurunan pencatatan nilai aset atau laba perusahaan. Indonesia sebagai negara anggota G20 dan penganut ekonomi
terbuka, Indonesia perlu menganut sistem pelaporan keuangan yang diterima
secara global. Karena itulah Indonesia sudah mulai mengadopsi IFRS. Dan menurut Hadad, dengan mengadopsi IFRS, perusahaan dapat
mengeliminasi kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi antar subsidiaries karena
perusahaan, across borders, mutiple listing telah menggunakan standar pelaporan
yang sama. Apalagi, saat ini, terdapat lebih dari 12.000 perusahaan publik di
lebih 100 negara yang mengadopsi IFRS, termasuk perusahaan terdaftar di pasar
modal Uni Eropa. Dengan menggunakan pelaporan keuangan yang sama yang berlaku secara global
maka dapat mempermudah investor dari luar malakukan investasi di Indonesia
maupun Investor dalam negeri berinvestasi keluar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar