hukum perikatan
Nama :
eva Beatrice sitanggang
Npm :28211793
BAB I
Pendahuluan
Dalam bahasa Belanda, istilah perikatan dikenal dengan
istilah“verbintenis”. Istilah
perikatan tersebut lebih umum digunakan dalam aturan hukum di Indonesia.
Perikatan diartikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Namun, sebagaimana telah dimaklumi
bahwa buku III BW tidak hanya mengatur mengenai ”verbintenissenrecht ”tetapi
terdapat juga istilah lain yaitu ”overeenkomst ”.Dalam
berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah
untuk menterjemahkan verbintenis dan overeenkomst,
yaitu :
1.
Kitan Undang –
Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan
untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2.
Utrecht dalam
bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia
memakai istilah Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk
overeenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB,
menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan
persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa dalambahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan
bagi ” verbintenis ” yaitu :
1.
Perikatan.
2.
Perutangan.
3. Perjanjian
Sedangkan untuk istilah ” overeenkomst ”
dikenal dengan istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
1.
Perjanjian
2. Persetujuan
Untuk
menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu
kiranya mengetahui makna terdalam arti istilah masing-masing. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam
hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”.
maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisi verbintenis sebagai suatu hubungan hukum.Atas
pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepatdiartikan
sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah “overeenkoms” berasal dari
dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau”sepakat”. Jadi overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan
asaskonsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah
terjemahannyapun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat
tersebut. Berdasarkan uraian di atas
maka istilah overeenkomst lebih
tepat digunakan untuk mengartikanistilah persetujuan.
Latar Belakang
Dapat mengetahui pengertian ,dasar,
pembentukan , dan berlakunya hukum perikatan . Hal ini mengingat keadaan hukum
perikatan yang berlaku di Indonesia , baik sebelum maupun sesudah Indonesia
merdeka.
Dengan demikian , pembahasan
mengenai istilah dan pengertian hukum perikatan, jenis-jenis hukum perikatan, sumber-sumber
hukum perikatan, dasar hukum perikatan , asas-asas hukum perikatan ,
wanprestasi dan akibat hukum perikatan dan terhapusnya hukum perikatan.
BAB II
Pengertian Hukum Perikatan
Asal kata perikatan dari obligatio
(latin), obligation (Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda = ikatan
atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di
antaranya:
”Perikatan”
adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih,
yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi, begitu juga sebaliknya.
“Perjanjian”
adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk
melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa
berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.
Intinya,
hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak
menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh
karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
3 Hal yang harus diketahui dalam
mendefinisikan suatu perjanjian :
·
Adanya suatu
barang yang akan diberi.
·
Adanya suatu
perbuatan.
·
Bukan merupakan
suatu perbuatan.
Dalam
melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada :
·
Bebas dalam
menentukan suatu perjanjian.
·
Cakap dalam
melakukan suatu perjanjian.
·
Isi dari
perjajian itu sendiri.
·
Perjanjian
dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku.
Jenis –
Jenis Perikatan
Perikatan dapat dibedakan menurut :
1. Isi
daripada prestasinya :
·
Perikatan positif dan negative.
·
Perikatan
sepintas lalu dan berkelanjutan.
·
Perikatan alternative.
·
Perikatan fakultatif.
·
Perikatan generik dan spesifik.
·
Perikatan
yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
2.
Subjek-subjeknya :
·
Perikatan
solider atau tanggung renteng.
·
Perikatan principle atau accesoire.
3. Mulai berlaku dan berakhirnya perikatan :
·
Perikatan bersyarat.
·
Perikatan dengan ketentuan waktu.
Sumber-Sumber Hukum Perikatan
Dari
bagan di atas dapat diketahui bahwa sumber pokok dari perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapatdibagi lagi
menjadi undang-undang & perbuatan manusia dan undang-undangsaja.Sedangkan
sumber dari undang-undang dan perbuatan manusiadibagilagi menjadi perbuatan
yang melawan hukum dan perbuatan yang menurut hukum.
Pasal pertama dari Buku III
undang-undang menyebutkan tentangterjadinya perikatan-perikatan dan
mengemukakan bahwa perikatan-perikatantimbul dari persetujuan atau
undang-undang. Pasal 1233 :”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena
persetujuan, baik karena undang-undang”.
Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadiundang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Hal initergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan
yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet
allen) atau dariundang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten
gevolge van’smensen toedoen).Perikatan yang timbul dari undang-undang saja
adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104
KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang
Perikat lain dalam pasal
625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik
pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah
dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan
kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio
naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan
keadilan (billijkheid) maka hal-hal tersebut termasuk sebagai
sumber-sumber perikatan.
DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber sebagai berikut :
a) Perikatan yang timbul dari
persetujuan ( perjanjian )
b) Perikatan yang timbul dari
undang-undang
c) Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan
sukarela (zaakwaarneming
).
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
a) Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata
) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
b) Persetujuan ( Pasal 1313 KUH
Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c) Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
ASAS-ASAS
DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum
perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan
berkontrak dan asas konsensualisme.
a.
Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b.
Asas
Konsensualisme
Asas
konsensualisme adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat
antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu
formalitas.
Wanprestasi dan
Akibat dalam Hukum Perikatan
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat
kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat
wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsur,
yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan
yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan
keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur
dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH
perdata.
Terhapusnnya Hukum Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian
secara sukarela
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal/pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewat waktu
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar